![]() |
Gusmizar |
Oleh : Gusmizar
Pranata Humas Ahli Muda pada Kantor Kementerian Agama Kabupaten Pasaman Barat, dan Praktisi Jurnalistik di Pasaman Barat
KEKERASAN terhadap anak masih menjadi fenomenal di sebagian lembaga pendidikan, kondisi dan aktivitasnya ternyata masih terjadi, sehingga viral dipublish pihak tertentu di tengah masyarakat. Atraksi kekerasan terhadap anak, baik antar sesama rekan sekolah maupun siswa antar sekolah.
Malahan, ada pihak dengan bangganya sengaja dishare di media sosial, seperti Facebook, WhatsApp, dan media online lain. Tidak tanggung-tanggung, video kekerasan terhadap anak, berupa bullying, sengaja dipublis melalui akun Snack Video.
Biasanya, kalimat yang dijadikan caption dari video itu adalah, Siapa yang tahu dimana lokasi ini, dan viralkan agar peristiwa ini diketahui pihak sekolah dan pihak terkait. Artinya, atraksi kekerasan terhadap anak, seperti kasus bullying di tengah masyarakat tetap ada dan terjadi.
Menyikapi kondisi yang demikian, maka sudah menjadi kewajiban bagi pihak sekolah negeri atau swasta, agar aktif dan peduli dengan kegiatan yang dilakukan peserta didiknya pada jam-jam sekolah.
Bagi orangtua, keluarga dan masyarakat, juga harus lebih lihai melihat aktivitas yang dilakukan putera/puterinya selama berada di luar jam sekolah. Selama berada di lembaga pendidikan, maka pihak sekolahlah yang peduli terhadap peserta didik mereka.
Tapi selama mereka berada di luar jam sekolah, yang menjaga mengawasi dan mengayomi generasi penerusnya adalah orangtua bersama masyarakat. Malah jika anak berada di lingkungan keluarga, kedua orangtuanya berasa anggota keluarga yang lainlah yang bertanggung jawab.
Komisioner KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), Jasra Putra, yang juga putera asal Maligi, Kecamatan Sasak Ranah Pasisir, Pasaman Barat, jelaskan, hingga pihaknya terus memantau, mentyelidiki dan mencarikan formulasi dengan pihak terkait bagaimana sikap serta upaya yang dilakukan, agar kekerasan terhadap anak di negeri terus berkurang.
KPAI, jelasnya, adalah lembaga nonstruktural yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia untuk mengawasi, melindungi, dan memastikan bahwa semua hak anak di Indonesia, termasuk di Pasaman Barat, dipenuhi dan tidak dilanggar.
Saat ini, kata putera asal Maligi itu, di lingkungan pendidikan dan satuan pesantren masih menjadi salah satu lokus (tempat atau lokasi) atas terjadinya kekerasan terhadap anak. Hal ini disampaikannya pada Rakor Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di satuan pendidikan yang ada, mulai tingkat SD, SMP hingga SMA atau SMK
Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) tahun 2024, jelas Jasra Putra, menunjukkan terdapat 15.120 kasus kekerasan terhadap anak. Jumlah ini naik 50 persen jika dibandingkan dengan peristiwa serupa di tahun 2023.
"Institusi pendidikan seharusnya menjadi tempat yang aman dan menyenangkan bagi para peserta didik menjalani pembelajaran. Terutama pesantren, yang mana dalam pelaksanaannya menjalankan peran empat pusat pendidikan yaitu keluarga, satuan pendidikan, masyarakat dan pusat ibadah," ujar Komisioner KPAI yang bergelar doktor itu.
Kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan, menurut Undang Undang (UU) Nomor. 35 Tahun 2014, kekerasan terhadap anak dimaksud bisa berbentuk fisik, psikis, seksual, penelantaran dan bullying. Secara keseluruhan terjadi di kalangan anak usia sekolah.
Kendati demikian, kata putera asal Maligi itu, saat ini pemerintah telah memiliki beberapa payung hukum untuk penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan, yaitu: UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
Selain itu, UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Permendikbud-ristek) Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Kebijakan serupa juga disikapi sekaligus ditindaklanjuti pihak Kementerian Agama, melalui Peraturan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2022 dan Peraturan Direktorat Jendral (Perdirjen) Pendidikan Islam (Pendis) Nomor. 1262 Tahun 2024 tentang Juknis Pengasuhan Ramah Anak di Pondok Pesantren.
Plh. Kepala Kantor Kementerian Agama Pasaman Barat, diwakili Kasi Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Islam (Pakis), Sufrinas, sampaikan, semua pihak harus membuka mata terhadap meningkatnya kasus kekerasan di satuan pendidikan saat ini termasuk pondok pesantren.
Secara khusus, ulasnya, pimpinan, pengasuh dan pengelola pesantren harus berani, dalam memperbaharui tata kelola berjalannya pendidikan di pesantren yang bersangkutan. Agar kasus kekerasan atau bullying terhadap anak tidak terjadi, seperti di lembaga pendidikan yang lain. (*)